Cut Nyak Dien - Film Sejarah Aceh |
Film ini menceritakan tentang perjuangan gigih seorang wanita asal Aceh (lihat Tjoet Nja' Dhien ) dan teman-teman seperjuangannya melawan tentara Kerajaan Belanda yang menduduki Aceh di kala masa penjajahan Belanda di zaman Hindia Belanda.
Perang antara rakyat Aceh dan tentara Kerajaan Belanda ini menjadi
perang terpanjang dalam sejarah kolonial Hindia Belanda. Film ini tidak
hanya menceritakan dilema-dilema yang dialami Tjoet Nja' Dhien sebagai
seorang pemimpin, namun juga yang dialami oleh pihak tentara Kerajaan
Belanda kala itu, dan bagaimana Tjoet Nja' Dhien yang terlalu bersikeras
pada pendiriannya untuk berperang, akhirnya dikhianati oleh salah satu
orang kepercayaannya dan teman setianya, Pang Laot yang merasa iba pada kondisi kesehatan Tjoet Nja' Dhien yang menderita rabun dan encok, ditambah penderitaan berkepanjangan yang dialami para pejuang Aceh dan keluarga mereka.
film yang tercipta di akhir dekade ’80-an, yang tak hanya mengguncang
Indonesia, tetapi juga dunia. Film tersebut adalah “Tjoet Nja’ Dhien”.
Disutradarai oleh sutradara kenamaan, Eros Djarot, film ini menghadirkan
suasana heroik yang begitu terasa. Kualitasnya terasa sangat berbeda
jika dibandingkan dengan film bergenre sejenis yang diproduksi baru-baru
ini. Padahal “Tjoet Nja’ Dhien” diproduksi lebih dari dua puluh tahun
silam, tepatnya Diproduksi Kanta Film Tahun 1988.
Christine Hakim
menjadi bintang utama dalam film tersebut dengan memerankan Tjoet Nja’
Dhien. Selain itu terdapat aktor-aktor senior lain seperti Piet Burnama
yang memerankan Panglima Laot. Teuku Umar diperankan oleh Slamet
Rahardjo. Bahkan Rosihan Anwar pun turut berpartisipasi dalam film ini
sebagai aktor, dengan memerankan Habib Meulaboh.
Ringkasan Cerita
Perang antara rakyat Aceh dan tentara Kerajaan Belanda merupakan
perang terpanjang dalam sejarah kolonial Hindia Belanda. Jika daerah
lain ditaklukkan tak lebih dari sepuluh tahun, maka untuk menduduki
Aceh, Belanda butuh tiga puluh tujuh tahun. Itupun dengan korban yang
tak sedikit dari pihak Belanda.
Kisah tentang perjuangan gigih seorang wanita asal Aceh dan
teman-teman seperjuangannya melawan tentara Kerajaan Belanda terangkum
dengan baik di film ini.
Tak hanya itu, film ini juga sukses meng-capture potret sosok Cut
Nya’ Dhien yang tak hanya piawai memimpin perang dan ahli siasat. Ia
juga digambarkan sebagai sosok yang tak lupa akan kewajibannya sebagai
istri maupun ibu. Sangat sesuai dengan konsep emansipasi di mata Islam.
Semangatnya pun menular pada anaknya, Cut Gambang, dan segenap
pasukannya. Akibatnya Belanda pun kewalahan meladeni taktik gerilya
pejuang Aceh.
Sayangnya, usia lah yang akhirnya menghentikan langkah Cut Nya’
Dhien. Di umurnya yang beranjak senja ia mulai terserang penyakit, mulai
encok berkepanjangan hingga rabun. Pun demikian ia tetap berkeras untuk
memimpin perang.
Tetapi Pang Laot tidak sependapat, ia merasa iba terhadap kondisi
kesehatan Cut Nya’ Dhien. Tidak hanya itu, ia juga prihatin pada kondisi
rakyat aceh dan para pejuangnya. Untuk mengakhiri penderitaan tersebut,
ia melaporkan keberadaan Cut Nya’ Dhien pada Belanda.
Cut Nya’ Dhien pun dibuang ke Sumedang dan menghembuskan nafas terakhirnya di sana.
Sign up here with your email